Sabtu, 12 Januari 2013

PERUBAHAN SOSIAL

A.    PELAPISAN SOSIAL

a.      Pengertian

Pelapisan Sosial di ambil dari arti kata “stratification” yang berarti “stratifikasi”. Kata “stratification” berasal dari kata “stratum”,  jamaknya “strata” yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A.Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis.  Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah dalam masyarakat.


Menurut P.J. Bouman (via M. Munandar S.:2005:) pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu. Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.

Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (via M. Munandar S.:2005:) menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat.  Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah. Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.

b.      Terjadinya Pelapisan Sosial

Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:

1.      Terjadi dengan Sendirinya

Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.

2.      Terjadi dengan Sengaja

Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.

Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:

1.      Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.

2.      Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).

c.       Pembedaan Sistem Pelapisan Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya, sistem pelapisan dalam masyarakat dibedakan menjadi:

1.      Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup

Dalam sistem ini, pemindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam sistem yang tertutup, untuk dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam :

·         Kasta Brahma : merupakan kasta tertinggi untuk para golongan  pendeta;

·         Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua;

·         Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang;

·         Kasta sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata;

·         Paria : golongan bagi mereka yang tidak mempunyai kasta. seperti : kaum gelandangan, pengemis.

d.      Bentuk-bentuk Pelapisan Sosial

1.      Bentuk konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti:

1)      Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).

2)      Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).

3)      Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).

2.      Beberapa ahli memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:

1)      Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya  sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.

2)      Prof.Dr.Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan  bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya akan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.

3)      Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.

4)      Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh  masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.

5)      Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.

B.     PERUBAHAN SOSIAL

a.      Pengertian

Menurut Selo Sumardjan (via Nursid S,dkk:2008:7.33) perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola peri kelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Menurut Gillin dan Gillin (via Nursid S,dkk:2008:7.33) perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil ataupun kebendaan, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Parsudi Suparlan (via Nursid S,dkk:2008:7.33) menyatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan struktur sosial dan dalam pola-pola hubungan sosial, yang antara lain mencakup sistem status, hubungan keluarga, sistem politik dan kekuasaan dan penyebaran penduduk.

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial mencakup perubahan sistem nilai,sikap, pola hubungan sosial,penyebaran penduduk, kebudayaan materialistis dan kondisi geografis. Selain itu perubahan sosial dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya.

b.      Faktor-faktor Pendorong Perubahan Sosial

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan ada dua, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat sendiri (internal factors) yang disdebut faktor endogen dan faktor-faktor  yang berasal dari luar masyarakat (external factors) yang disebut faktor eksogen.





1.      Faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat (faktor endogen)

a)      Bertambah atau berkurangnya penduduk

Pertambahan penduduk yang besar menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada sendi kehidupan. Salah satu perubahan yang sedang terjadi adalah pertambahan penduduk yang sangat pesat. Akibatnya di Indonesia lahir Badan Koordinasi  Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Munculnya lembaga ini dengan segala program dan aktivitasnya dapat mempengaruhi segi-segi kehidupan lainnya. Munculnya nilai-nilai baru dalam masyarakat yaitu nilai yang menganggap bahwa keluarga kecil dengan dua anak adalah keluarga yang ideal dan mengarah pada kesejahteraan. Berkurangnya jumlah penduduk juga mendorong terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertumbuhan penduduk yang pesat di perkotaan menyebabakan harga tanah meningkat dan mahal. Hal tersebut berakibat sulitnya mendapatkan tanah untuk pemukiman sehingga orang membuat bangunan bertingkat yang tidak memerlukan lahan yang luas. Wajah kota pun turut mengalami perubahan, misalnya adanya fenomena perkampungan miskin dan kumuh.

b)      Perubahan struktur sosial

Salah satu perubahan struktur sosial yang sedang terjadi adalah perubahan struktur keluarga daristruktur tradisional menuju struktur keluarga modern. Dalam struktur keluarga tradisional suami memegang status yang penting. Sistem keluarga berpusat pada suami. Sejalan perkembangan waktu, saat ini suami tidak mendominasi secara mutlak, peran istri semakin terlihat. Istri ikut dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga, anak juga memberikan andil berupa masukan kepada orang tua sebagai bahan pertimbangan.

c)      Perubahan nilai dan sikap

 Soerjono Soekanto (viaNursid  S, dkk:2008:7.33) menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang baik, yang diinginkan dan cita-citakan dan dianggap penting oleh masyarakat. Sedangkan sikap adalah (a) kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu terhadap manusia, benda, keadaan: (b) motivasi untuk menilai dunia sekitarnya dalam kategori baik dan buruk dan (3) kesiapan mental seorang dalam menanggapi.



Sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkat laku yang masih tertutup. Pengertian sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis, sikap sering dihadapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat emosional. Di kota-kota besar terjadi kecenderungan perubahan-perubahan dan munculnya sikap individualisme sehingga dapat mempengaruhi pola-pola hubungan sosial.

d)     Penemuan Baru

Penemuan-penemuan baru atau inovasi dapat mendorong terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Inovasi dapat berarti proses pembaruan penggunaan sumber-sumber alam, energi, modal,pengaturan baru tenga kerja, dan penggunaan teknologi yang semuanya dapat mengakibatkan adanya sistem produk baru dan dibuatnya produk-produk baru. Inovasi berkenaan dengan perubahan kebudayaan yang menyangkut sistem ekonomi dan teknologi.

e)      Konflik dan revolusi

Konflik dan revolusi dapat mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan. Konflik adalah pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengakibatkan perubahan sosial dan kebudayaan. Revolusi adalah perubahan sendi-sendi pokok kehidupan manusia yang terjadi secara cepat baik yang direncanakan ataupun tidak.

2.      Faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat (faktor eksogen)

a)      Perubahan lingkungan alam

Perubahan lingkungan alam dapat menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan suatu masyarakat. Terjadinya banjir,topan, gempa bumi letusan gunung menyebabkan lingkungan tempat tinggal masyarakat terganggu. Dengan demikian mereka harus meninggalkan daerahnya, karena lingkungan tempat tinggal mereka sudah rusak. Pada lingkungan tempat tinggal baru, mereka harus menyesuaikan diri, apabila daerah baru tersebut jauh berbeda dengan lingkungan mereka yang lama.

Keadaan lingkungan yang baru ini akan menimbulkan berbagai macam perubahan. Misalnya, suatu masyarakat yang dahulunya hidup dari peternakan, kemudian meninggalkan daerahnya akibat letusan gunung api. Di tempat baru, keadaan lingkungan alam tidak lagi memungkinkan untuk usaha peternakan karena tidak ada rumput. Mereka harus bercocok tanam sesuai dengan keadaan lingkungannya. Akibatnya timbul lembaga kemasyarakatan yang sesuai dengan mata pencaharian baru.

b)      Peperangan

Peperangan antara negara pun dapat menimbulkan perubahan sosial dan kebudayaan. Akibat kekalahanperang dunia II, Jerman terpecah menjadi dua yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur. Jerman Timur yang tadinya menganut dari sistem demokrasi liberal berubah menjadi sistem komunis.

c)      Pengaruh kebudayaan lain

Globalisasi berdampak terhadap berbagai sendi kehidupan. Salah satunya adalah masuknya budaya asing yang menggusur budaya lokal. Munculnya televisi yang menayangkan program-program asing berpengaruh terhadap generasi muda. Program yang ditayangkan terkadang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia.

c.       Faktor-faktor yang menghambat Perubahan Sosial

1.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lambat

Salah satu aspek pendorong terjadinya perubahan sosial budaya adalah majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Majunya perkembangan iptek menjadi indikator pula majunya taraf perkembangan budaya suatu masyarakat. Sementara maju dan tingginya taraf peradaban suatu masyarakat menyebabkan masyarakat tersebut akan cepat atau mudah mengadakan adaptasi (penyesuaian) terhadap munculnya perubahan-perubahan yang datang dari luar masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila di dalam suatu masyarakat terjadi hal yang sebaliknya, yakni mengalami kelambanan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya, maka akan menyebabkan terhambatnya laju perubahan-perubahan sosial budaya pada masyarakat yang bersangkutan.

2.      Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.

Adanya kehidupan masyarakat yang tertutup, hingga menyebabkan setiap warganya sulit untuk melakukan kontak atau hubungan dengan masyarakat lain, menyebabkan warga masyarakat tersebut terasing dari dunia luar. Akibatnya, bahwa masyarakat tersebut tidak dapat mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan lain, menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan sosial dan budaya di dalam masyarakat.

3.      Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.

Adanya kekhawatiran di kalangan masyarakat akan terjadinya kegoyahan seandainya terjadi integrasi di antara berbagai unsur-unsur kebudayaan, juga menjadi salah satu faktor lain terhambatnya suatu proses perubahan sosial budaya. Memang harus diakui bahwa tidak mungkin suatu proses integrasi di antara unsur-unsur kebudayaan itu akan berlangsung secara damai dan sempurna, sebab biasanya unsur-unsur dari luar dapat menggoyahkan proses integrasi tersebut, serta dapat menyebabkan pula terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.

4.      Adat dan kebiasaan.

Setiap masyarakat di manapun tempatnya, pasti memiliki adat serta kebiasaan tertentu yang harus ditaati dan diikuti oleh seluruh anggotamasyarakat. Adat dan kebiasaan adalah seperangkat norma-norma (aturan tidak tertulis) yang berfungsi sebagai pedo-man bertingkah laku bagi seluruh anggota masyarakat. Adat biasanya berisi pola-pola perilaku yang telah diyakini dan diterima oleh masyarakat secara turun-temurun, bersifat kekal (abadi), dan oleh karena itu harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat, serta bersifat mengikat. Artinya, apabila ada sebagian anggota masyarakat yang tidak mengindahkan aturan adat maka akan mendapat sanksi yang berat baik sanksi moral maupun sosial dari masyarakat. Sedangkan kebiasaan adalah perbuatan yang pantas dikerjakan maka diterima oleh masyarakat. Karena pantas dikerjakan dan telah diterima oleh masyarakat, maka kebiasaan menjadi perilaku yang diulang-ulang dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya (secara turun-temurun) sehingga menjadi semacam aturan (norma) yang harus diikuti oleh setiap anggota masyarakat. Meskipun tidak sekuat adat, norma kebiasaan juga memiliki daya pengikat tertentu yang dapat menyebabkan setiap anggota berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa apabila dalam masyarakat tersebut muncul nilai (budaya) serta kebiasaan-kebiasaan baru yang akan menggeser kebiasaan-kebiasaan lama, apalagi sampai menggeser adat kebiasaan yang selama ini telah menjadi pedoman serta aturan yang dipegang teguh secara turun-temurun, maka nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru tersebut akan ditentang, atau bahkan ditolaknya. Misalnya nilai-nilai baru di masyarakat yang mengatakan bahwa upacara hajatan dapat dilaksanakan kapan saja, karena pada hakikatnya semua hari dan bulan itu baik sekalipun dilaksanakan di bulan Suro (Muharram). Sedangkan di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa ada semacam keyakinan yang telah dipegang teguh karena telah menjadi adat kebiasaan secara turun-temurun, ialah bahwa menyelenggarakan acara hajatan di bulan Suro adalah suatu pantangan (dilarang), sebab jika dilaksanakan akan mendatangkan mara bahaya (bencana), khususnya bagi mereka yang tetap menyelenggarakannya. Dengan demikian, di kalangan masyarakat Jawa yang percaya serta memegang secara teguh tradisi serta adat kebiasaan semacam itu, tentu akan mengalami kesulitan untuk bisa merubah keyakinan yang telah mendarah daging itu, meskipun dari luar angin perubahan telah bertiup dengan kencangnya.

5.      Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat (vested interests)

Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem berlapis-lapisan, pasti akan ada sekelompok orang-orang yang menikmati kedudukan dalam suatu proses perubahan. Pada masyarakat-masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, misalnya saja dari otoritarianisme ke sistem demokrasi biasanya terdapat segolongan orang-orang yang merasa dirinya berjasa atas terjadinya perubahan-perubahan. Pada segolongan masyarakat yang berjasa itu biasanya akan selalu mengidentifikasikan diri dengan usaha serta jasa-jasanya tersebut, sehingga sulit sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukan yang baru diperolehnya itu dalam suatu proses perubahan. Hal inilah yang juga dirasa menjadi salah satu faktor penghalang berikutnya bagi jalannya suatu proses perubahan.





6.      Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap tertutup.

Adanya sikap semacam itu, misalnya dapat saja dialami oleh suatu masyarakat (bangsa) yang pada masa lalunya pernah mengalami pengalaman pahit selama berinteraksi dengan masyarakat (bangsa) lainnya di dunia. Sebut saja misalnya pada masyarakat-masyarakat yang dahulunya pernah mengalami proses penjajahan oleh bangsa lain, seperti bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika oleh penjajahan bangsa Barat. Mereka tidak akan melupakan begitu saja atas berbagai pengalaman pahit yang pernah diterimanya pada masa lalu, dan hal tersebut ternyata berdampak pada munculnya kecurigaan di kalangan bangsa-bangsa yang pernah dijajah itu terhadap sesuatu atau apa-apa yang datang dari barat. Selanjutnya, karena secara kebetulan unsur-unsur baru yang masuk itu juga kebanyakan berasal dari negara-negara barat, maka prasangka-prasangka (negatif) juga tetap ada, terutama akibat rasa kekawatiran mereka akan munculnya penjajahan kembali yang masuk melalui unsur-unsur budaya tersebut. Dengan demikian munculnya prasangka serta adanya sikap menolak terhadap kebudayaan asing juga akan menjadi salah satu faktor penghambat lain bagi jalannya proses perubahan sosial budaya suatu masyarakat.

7.      Nilai bahwa hidup ini buruk dan tidak mungkin dapat diperbaiki.

Di kalangan masyarakat terdapat kepercayaan bahwa hidup di dunia itu tidak perlu ngoyo (terlalu berambisi) sebab baik buruknya suatu kehidupan (nasib/takdir) itu sudah ada yang mengatur, oleh karena itu harus dijalaninya secara wajar. Sementara jika manusia diberikan kehidupan yang jelek, maka harus diterimanya pula apa adanya (nrimo ing pandum) serta dengan penuh kepasrahan karena memang nasib yang harus diterimanya demikian. Dengan demikian manusia tidak perlu repot-repot berusaha, apalagi sampai ngoyo, karena tidak ada gunanya sebab hasilnya pasti akan jelek, sebab sudah ditakdirkan jelek. Adanya keyakinan dari masyarakat untuk selalu menerima setiap nasib yang diberikan Tuhan kepada manusia dengan penuh kepasrahan, termasuk bila harus menerima nasib (takdir) buruk, menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi bersifat pesimistis dan statis, atau bahkan fatalistik. Adanya pemahaman yang keliru tentang nasib manusia itulah, sehingga di dalam masyarakat tidak muncul dinamisasi, yang berarti tidak ada perubahan, atau jika ada perubahan maka hal tersebut akan berjalan secara lambat.

8.      Hambatan yang bersifat ideologis.

Adanya faktor penghambat yang bersifat ideologis, karena biasanya setiap usaha mengadakan perubahan-perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah, akan diartikan sebagai suatu usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang merupakan dasar bagi terciptanya integrasi dari masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu faktor-faktor yang bersifat ideologis akan tetap menjadi perintang bagi jalannya perubahan-perubahan.

9.      Sikap masyarakat yang sangat tradisional.

Apabila di dalam masyarakat muncul suatu sikap mengagung-agungkan akan tradisi masa lampau serta menganggap bahwa tradisi tersebut secara mutlak tak dapat dirubah, maka sudah dapat dipastikan bahwa pada masya-rakat tersebut akan mengalami hambatan-hambatan dalam proses perubahan sosial budayanya. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah lagi apabila golongan yang berkuasa dalam masyarakat juga berasal dari golongan yang bersifat konservatif, yakni suatu golongan yang notabenenya adalah penentang atau anti terhadap perubahan-perubahan.

Faktor penghambat dari proses perubahan sosial ini, oleh Margono Slamet dikatakannya sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada di dalam masyarakat. kekuatan bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari bagian-bagian masyarakat yang:

1.         Menentang segala macam bentuk perubahan. Biasanya golongan yang paling rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin  bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.

2.         Menentang tipe perubahan tertentu saja, misalnya ada golongan yang menentang pelaksanaan keluarga berencanasaja, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan lainnya.

3.         Sudah puas dengan keadaan yang ada.

4.         Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat. Golongan ini pada dasarnya tidak menentang perubahan itu sendiri, akan tetapi tidak menerima perubahan tersebut oleh karena orang yang menimbulkan gagasan perubahan tidak dapat mereka terima. Hal ini dapat dihindari dengan jalan menggunakan pihak ketiga sebagai penyampai gagasan tersebut kepada masyarakat.

5.         Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan diinginkan.

Hambatan tersebut selain dari kekuatan yang bertahan, juga terdapat kekuatan pengganggu.  Kekuatan pengganggu ini bersumber dari:

1.      Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan, yang dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan.

2.      Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat lambatnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan. Perbaikan gizi, keluarga berencana, konservasi hutan dan lain-lain, adalah beberapa contoh dari bagian itu.

3.      Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk kekurangan pengetahuan, tenaga ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana serta yang lainnya.

d.      Bentuk-bentuk Perubahan Sosial

1.      Perubahan Lambat (evolusi)

Perubahan lambat memakan waktu yang lama. Biasanya perubahan ini merupakan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Proses perubahan ini dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baruyang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Misalnya  perubahan dari sistem berburu ke sistem bercocok tanam.

2.      Perubahan Cepat (revolusi)

Perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan meyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan dinamakan revolusi. Perubahan yang terjadi dapat direncakan atau tidak direncakanan dan dapat pula dijalankan melalui kekerasan atau tanpa kekerasaan. Contoh revolusi industri di Inggris, merupakan perubahan dari produksi tanpa mesin ke produksi dengan mesin.





3.      Perubahan Kecil

Perubahan kecil adalah suatu perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Misalnya perubahanmode pakaian.

4.      Perubahan Besar

Perubahan besaradalah suatu perubahan yang berpengaruh terhadap masyarakat dan lembaga-lembaganya, seperti dalam sistem kerja, sistem hak milik tanah, hubungan kekeluargaan, dan stratifikasi masyarakat. Contohnya adalah urbanisasi yang menimbulkan berbagai perubahan, seperti lahan menjadi sempit. Timbul lembaga-lembaga hubungan kerja, lembaga gadai tanah, dan kesenjangan sosial yang dapat memicu konflik.

5.      Perubahan yang dikehendaki atau direncakanan

Perubahan yang dikehendaki (intended change) atau direncanakan (planned change) merupakan perubahan yang diperkirakan atau telah direncakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat. Misalnya perubahan dari keluarga dengan banyak anak menjadi keluarga kecil akibat adanya program keluarga berencana.

6.      Perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan

Perubahan yang tidak dikehendaki (unintended change) atau tidak direncanakan (unplanned change) merupakan perubahan yang terjadi diluar jangkauan perubahan masyarakat atau kemampuan manusia. Misalnya perubahan dari masyarakat dengan mata pencaharian bertani ke pencaharian buruh bangunan, karena akibat bencana alam.

e.       Dampak Perubahan Sosial

1.      Modernisasi
Modernisasi adalah transformasi sikap masyarakat dari tradisional menjadi modern sesuai dengan tuntutan zaman dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

a.       Dampak positif modernisasi adalah :

1)      adanya penemuan peralatan modern yang dapat membantu manusia.

2)      Dalam bidang ekonomi, kecenderungan masyarakat untuk menabung guna menyejahterakan dirinya di masa mendatang.

3)      Dalam demokrasi adalah meningkatnya partisipasi rakyat.

4)       Di bidang teknologi infiormasi tersebarnya berita dengan cepat ke seluruh dunia.

b.      Dampak negatif modernisasi

1)      adanya peralatan canggih menimbulkan pengangguran.

2)      Pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan mengakibatkan : pencemaran lingkungan.

2.      Globalisasi

Globalisasi  proses penyebaran unsur-unsur baru atau hal-hal baru khususnya yang menyangkut informasi secara duniawi melalui media cetak dan elektronik.

a.       Dampak positif globalisasi 

1)      mempercepat keberhasilan pembangunan di bidang sumber daya manusia

2)       pertumbuhan ekonomi antarnegara tanpa batas 


b.      Dampak negatif globalisasi :

1)      goncangan budaya (culture shock)

2)      pergeseran nilai-nilai budaya, dan

3)      ketertinggalan budaya (cultural lag).

Perubahan sosial yang memicu modernisasi dan globalisasi mengakibatnya adanya kesenjangan dalam berbagai bidang dalam masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan adanya kecemburuan dalam masyarakat. Adanya kesenjangan dalam masyarakat di suatu wilayah menyebabkan adanya perpindahan manusia untuk mendatangi wilayah yang dianggap lebih baik dan maju.Timbul keinginan untuk pindah dari suatu wilayah dianggap tertinggal.  Orang beramai-ramai pindah dari suatu wilayah ke wilayah lain yang dianggap lebih maju untuk mendapatkan apa yang diangankan atau bermigrasi.

Migrasi adalah akibat dari lambannya perubahan status dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, rendahnya tingkat perkembangan atau kemajuan suatu negara, serta relatif kuatnya kebijaksanaan ekonomi dan pembangunan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi disuatu wilayah yang memperbesar daya tarik bagi penduduk yang tinggal di daerah yang belum maju.

C.    MIGRASI

a.      Pengertian

Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spatial atau territorial antara unit geografis melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan

b.      Macam-macam Migrasi

Migrasi atau mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1.      Migrasi internasional, yaitu perpindahan penduduk yang dilakukan antar negara,antara lain imigrasi dan emigrasi.

2.      Migrasi nasional, yaitu proses perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

a)      Migrasi penduduk sementara atau migrasi sirkuler, terdiri dari:

1)      Penglaju, yaitu perpindahan penduduk dari tempat tinggal asal menuju ke  tempat tujuan yang dilakukan setiap hari pulang pergi untuk melakukan suatu pekerjaan.

2)      Perpindahan penduduk musiman, maksudnya perpindahan yang dilakukan hanya bersifat sementara pada musim-musim tertentu.

b)      Migrasi penduduk menetap meliputi transmigrasi dan urbanisasi.


1.      Imigrasi dan Emigrasi

a)      Imigrasi

Imigrasi yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap atau perpindahan orang dari suatu negara-bangsa (nation-state) ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran, sedangkan turis dan pendatang untuk jangka waktu pendek tidak dianggap imigran. Walaupun demikian, migrasi pekerja musiman (umumnya untuk periode kurang dari satu tahun) sering dianggap sebagai bentuk imigrasi.

b)      Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran.

2.      Transmigrasi

Transmigrasi adalah perpindahan dari salah satu wilayah untuk menetap di wilayah lain dalam wilayah negara.Transmigrasi merupakan bentuk migrasi yang direncanakan, diseleksi dari penduduk di pulau yang padat ke pulau yang penduduknya jarang.. Transmigrasi adalah satu bentuk migrasi internal di Indonesia, yaitu perpindahan penduduk dari tempat tinggal permanen di Jawa ke luar pulau Jawa.  



3.      Urbanisasi

Proses meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di daerah perkotaan lazim disebut urbanisasi. Penyebab terjadinya proses urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota, pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan. Arus gerak penduduk dari desa ke kota di Indonesia meningkat dikarenakan:

1.      Perbaikan sarana transportasi desa ke kota.

2.      Meningkatnya jasa angkutan umum yang menembus kedesa-desa terpencil.

3.      Meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga mampu membayar biaya perjalanan.

4.      Mampu membeli kendaraan pribadi.

 

D.    PATOLOGI SOSIAL

a.      Pengertian

Patologi sosial adalah suatu gejala dimana tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu keseluruhan sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok atau yang merintangi pemuasan keinginan fundamental dari anggota-anggotanya, akibatnya pengikatan sosial patah sama sekali (Koe Soe Khiam, 1963).

1.         Blackmar dan Billin (1923) menyatakan bahwa, patologi sosial diartikan sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian.

2.         Menurut Soejono Soekanto, masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kelompok sosial.

3.         Blummer (1971) dan  Thampson (1988), menyatakan bahwa masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh, yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama.

b.      Masalah Sosial

Berbagai macam pendapat dari para ahli tentang masalah-masalah sosial yang pada intinya mengacu pada penyimpangan dari berbagai bentuk tingkah laku yang mana dianggap sebagai sesuatu yang tidak normal dalam masyarakat. Dari berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa “patologi sosial” sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.

Patologi (pathos adalah penderitaan, penyakit), ilmu tentang penyakit. Patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”, disebabkan oleh faktor-faktor sosial.

Dan yang disebut sebagai masalah sosial adalah:

1.      Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memperkosa adat-istiadat masyarakat (dan adat-istiadat tersebut diperlikan untuk menjamin kesejahteraan hidup bersama).

2.      Situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai pengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya dan merugikan orang banyak.

Stark (1975), membagi masalah-masalah sosial menjadi tiga macam, yaitu:

1.      Konflik dan kesenjangan, seperti: kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah sosial.

2.      Perilaku menyimpang, seperti: kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.

3.      Perkembangan manusia, seperti: masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.

Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzion, 1976). Artinya, jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindakan kejahatan dan kekerasan seperti misalnya mencuri, judi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya.



c.       Masalah-masalah sosial masyarakat

1.      Permasalahan Penyakit Masyarakat

Penyakit masyarakat disini diartikan sebagai semua tingkah laku yang melanggar norma-norma dalam masyarakat dan dianggap menganggu, merugikan serta tidak dikehendaki oleh masyarakat. Penyakit masyarakat yang sering muncul di antara lain yaitu kenakalan remaja seperti mencuri, mabuk-mabukan dan berkelahi. Hal-hal tersebut biasanya banyak dilakukan oleh anak-anak muda yang tidak sekolah dan hanya menjadi pengangguran di rumah.



Pada dasarnya permasalahan penyakit masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1.      Faktor Keluarga

Keluarga merupakan cermin utama bagi seorang anak. Faktor keluarga meliputi bagaimana orang tua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua terhadap anak, interaksi orang tua dengan anak, keadaan ekonomi keluarga serta kepedulian orang tua terhadap anak tersebut. Disini orang tua sangat berperan penting dalam mendidik seorang anak untuk menjadikan anak tumbuh dengan baik dan tidak terjerumus ke dalam penyaki-penyakit masyarakat. Oleh karena itu sangat dianjurkan kepada semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dengan memberikan perhatian yang penuh terhadap anak.

2.      Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap munculnya penyakit-penyakit masyarakat. Misalnya seseorang yang berada di lingkungan yang tidak baik seperti lingkungan orang-orang pemabuk, suka main judi dan senang berkelahi, maka seseorang tersebut cepat atau lambat akan mudah terjerumus ke dalam kumpulan orang-orang tidak baik itu. Norma-norma (aturan-aturan) yang tidak ditegakkan di dalam masyarakat juga ikut menyumbang akan munculnya penyakit-penyakit sosial.

3.      Faktor Pendidikan

Pendidikan merupakan modal utama yang sangat diperlukan bagi seseorang untuk menjalankan hidupnya dengan baik. Baik itu pendidikan formal (pendidikan di sekolah) maupun non formal (pendidikan dalam keluarga, lingkungan masyarakat dan pergaulan). Dengan pendidikan seseorang mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang tidah seharusnya dilakukan. Sehingga dengan pendidikan yang baik seseorang tidak akan terjerumus ke dalam permasalahan penyakit-penyakit masyarakat.

Kenakalan remaja seperti perkelahian, pencurian dan mabuk-mabukan yang ada biasanya dilakukan oleh anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua (latar belakang orang tua yang kurang baik), terpengaruh oleh lingkungan yang buruk dan kurangnya pendidikan yang mereka miliki. Banyaknya anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah (hanya lulus SD/SMP), tidak bekerja dan ditinggal oleh orang tua, sehingga terjerumus ke dalam penyakit-penyakit masyarakat.

2.      Upaya Penaganan Penyakit Masyarakat

Upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi penyakit masyarakat antar lain yaitu dengan menegakkan hukum yang berlaku secara tegas, memberikan pengajaran dan pemahaman nilai-nilai agama terhadap masyarakat serta mensosialisasikan kepada mesyarakat akan pentingnya pendidikan dengan membuka SMP terbuka khusus untuk orang-orang (tua ataupun muda) yang dulu tidak melanjutkan pendidikannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar