Minggu, 06 Januari 2013

Dampak Yang Timbul Akibat Globalisasi

Marshall McLuhan mengkonseptualisasikan “global village” yang dimaknai sebagai sebuah proses homogenisasi jagat sebagai akibat dari kesuksesan system komunikasi secara keseluruhan. Saat ini, betapa mudahnya orang melakukan komunikasi jarak jauh, tidak hanya antarkota melainkan antarnegara yang lokasinya sangat berjauhan. Bahkan, saat ini tidak jarang para petinggi negara mengadakan pertemuan dengan staf pembantunya (misalnya menteri) melalui teleconference atau konferensi jarak jauh dengan maksud untuk memantau keadaan atau situasi dalam negeri, baik keadaan politik maupun ekonomi, dan sebagainya. Demikian pula, komunikasi dapat dilakukan melalui media internet yang dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh informasi atau berita-berita aktual yang terjadi di belahan penjuru dunia ini. Itulah gambaran kehidupan saat ini, kehidupan yang serba menglobal dalam berbagai aspek atau dimensi kehidupan manusia. Inilah yang disebut dengan globalisasi (globalization).
Secara etimologis, globalisasi berasal dari kata “globe” yang berarti bola dunia, sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah “proses” atau keadaan yang sedang berjalan atau terjadi saat ini. Jadi, secara etimologis, globalisasi mengandung pengertian sebuah proses mendunia yang tengah terjadi saat ini menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara-negara di dunia. Di Perancis, globalisasi dikenal dengan istilah mondialisation. Sementara di Jerman dikenal dengan sebutan istilah globaliserung. Secara konsep memang berbeda, namun pada dasarnya mengandung pengertian yang tidak berbeda, yakni proses yang mendunia  dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan negera dan bangsa di penjuru dunia ini.
Alwi Dahlan (1996) mengetengahkan makna globalisasi yang didekati dari dua pemaknaan, yaitu : pertama, globalisasi diartikan sebagai sebuah proses meluas atau mendunianya kebudayaan manusia, karena difasilitasi mendia komunikasi dan informasi yang mendukung kearah perluasan kebudayaan itu.  Dalam konteks ini globalisasi merupakan proses meluasnya jangkauan wilayah budaya atau nilai budaya masyarakat yang menjadi milik seluruh bangsa dan negara. Lebih lanjut ditegaskan, bahwa globalisasi pada intinya mengembangkan perusahaan global yang dapat masuk ke mana-mana dan tidak akan terhambat oleh kekuasaan negara bangsa yang akan berakhir; perusahaan lebih kenyal dan efisien daripada negara, dan karena itu lebih lincah mengglobal. Yang kecil lebih kenyal dan lincah dibandingkan yang besar, karena itu organisasi yang besar akan pecah-pecah, baik dunia usaha maupun negara.
Pemaknaan kedua, globalisasi diartikan proses menyempitnya ruang gerak budaya manusia. Tentu saja, kata “sempit” di sini bukan berarti dunia yang mengecil atau mengkerut, namun jarak atau batas-batas geografis menjadi sesuatu hal yang tidak berarti, bahkan terasa dekat sekali. Ada istilah yang saat ini dikenal yaitu electronic proximity, artinya kedekatan elektronik, dimana jarak tak lagi menjadi hambatan berarti untuk menjalin komunikasi antarwarga di belahan penjuru dunia ini.  Dalam kaitan ini, Ronald Robertson (1992) mengatakan bahwa globalisasi merujuk pada kenyataan dunia yang semakin rapat dan cepat-rapat-singkat antarmanusia dari berbagai belahan dunia.
Lodge (1993) mengetengahkan pengertian globalisasi yang lebih menekankan kepada dimensi kedekatan antarnegara bangsa yang didorong oleh informasi, perdagangan, dan modal, serta dipercepat dengan kemajuan  teknologi. Lebih lanjut ia menegaskan :

“…. a process forced by global flows of people, information, trade and capital. It ia accelerated by technology, which is driven by only a few hundred multinational corporations and may be harmful to the environtment. There in lies the conundrum of wheter it is wise to leave globalization in the hands of these few corporations, or might it not make more sense to seek greater involvement from the global community.”
Berdasarkan pendapat Lodge di atas, globalisasi merupakan suatu proses untuk meletakkan dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh batas-batas geografis sebuah negara. Hal ini berimplikasi kepada keterbukaan antarnegara untuk dimasuki berbagai informasi yang disalurkan secara berkesinambungan melalui teknologi komunikasi dan informasi (information technology), seperti internet atau media elektronik lainnya.
Dari uraian pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia diseluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk interaksi yang lain sehingga batas- batas suatu negara menjadi bias atau semu.
a.       Pengertian Warga Global
Siapakah yang disebut warga negara (global citizen) itu, dan bagaimana karakteristiknya? Ini pertanyaan penting yang berkait dengan suasana globalisasi yang saat ini sangat terasa dalam kehidupan kita. Untuk menjawab pertanyaan itu, patut disimak pendapat yang dikemukakan Korten (1993), bahwa warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab untuk memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat. Sifat khas seorang warga negara yang bertanggungjawab terlihat dari komitmennya terhadap nilai-nilai integratif dan terhadap penerapan aktif kesadaran kritisnya : kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis dan konstruktif, kemampuan untuk melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang.
Menurut Korten, dalam melaksanakan warga negara tersebut terdapat sarana yang dipergunakan warga negara untuk menetapkan identitas dan pengakuan sah atau usaha bersama mereka. Sarana tersebut adalah organisasi sukarela yang menyediakan sistem dukungan organisasi dan sarana untuk menggerakkan sumberdayanya unutk upaya-upaya yang menuntut lebih dari tindakan individual.
Istilah warga negara global yang dikemukakan Korten, merupakan istilah yang menunjuk kepada tingkatan kewarganegaraan. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut dari tingkatan warga negara komunal, dan warga negara nasional. Sementara itu, menurut pendapat Kanter sebagaimana dikutip Wisnubrata (2001), menyebutkan ada tiga ciri manusia kelas dunia (world class), yaitu konsep (concept), kompetensi (competence), dan koneksi (connection).Concept berkaitan dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan gagasan-gagasan mutakhir. Sedangkan competence berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja secara multidisiplin. Kemudian, connection  berhubungan dengan pengembangan jaringan sosial (social network) untuk melakukan kerjasama secara informal.
Selanjutnya, Wisnubrata (2001) menambahkan dua syarat lagi untuk melengkapi syarat manusia kelas dunia sebagaimana dikemukakan Kanter. Dua syarat itu adalah kredibilitas (credibility), dan kepedulian (caring). Kredibilitas berhubungan dengan integritas : jujur, menjalankan apa yang dikatakan (walk the talk), memegang teguh janji, berlaku adil, sehingga akan membangun rasa percaya (trust), dan rasa hormat (respect) dari orang lain. Kemudian kepedulian (caring) yakni peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan keadaan orang lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan informasi dalam rangka memperkaya wawasan dan mentalitas (abundant mentality).
Berdasarkan pengertian warga negara global sebagaimana diketengahkan Korten di atas, kiranya dapat ditegaskan bahwa warga negara global adalah warga negara dimana sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya mampu melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun nasional kepada budaya masyarakat global. Singkatnya, warga negara global merupakan waga negara lintas negara, warga negara lintas kebudayaan antarnegara, atau warga negara lintas kepentingan secara lebih luas diluar kepentingan individu dan kepentingan institusional bahkan kepentingan nasional.
Mengapa warga negara global tersebut ada? Hal ini tidak lepas dari kenyataan adanya ketergantungan global (global interdependent) antarnegara-bangsa dalam menjalin hubungan dengan berbagai bangsa-bangsa lain di penjuru dunia ini. Korten memandang bahwa saling ketergantungan akan menciptakan suatu situasi dimana negara-negara dan penduduk mempunyai kepentingan yang sah dalam urusan masing-masing dan mempunyai hak untuk ikut mempengaruhi urusan-urusan yang melampaui apa yang bisa direstui oleh konsep kedaulatan yang lebih tradisional (Korten, 1993:263). Berdasarkan pendapat tersebut, warga negara global tidak bisa dilepaskan dengan ketergantungan global yang di dalamnya negara-bangsa (nation-state) terlibat dalam berbagai kepentingan mereka masing-masing.  Warga negara global menurut Korten, berperan sangat penting untuk merumuskan menerapkan agenda untuk transformasi sosial. Di sinilah peranan jiwa kewarganegaraan global (mind of global citizen) dalam mempertautkan dan mempersatukan rakyat di dunia ini untuk bersama-sama melakukan transformasi sosial.
Dari uraian warga negara global sebagaimana dikemukakan Korten, kiranya dapat dipahami bahwa gagasan warga negara global tersebut berkait erat dengan adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan karenanya diperlukan keterlibatan warga negara dunia untuk menjalin kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau diskriminasi apa pun dari masing-masing bangsa tersebut.
Agar warga negara global yang terlibat dalam ketergantungan global tersebut dapat memainkan perannya dengan baik, maka tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga negara global sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Dalam konteks inilah pendidikan global (global education) sangat berperan untuk membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan yang relavan dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan global tersebut.
b.      Dampak Globalisasi
Pada hakikatnya globalisasi bisa dikatakan pisau bermata dua. Masksud dari istilah tersebut yaitu globalisasi dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu negara ataupun sebaliknya justru dapat merusak tatanan kehidupan suatu negara. Berikut beberapa dampak positif dan negatif globalisasi terhadap suatu negara :
            1). Dampak Positif Globalisasi
a. menambah devisa negara
b. adanya pasar internasional,
c. berkomunikasi menjadi lebih mudah,
d. mudahnya akses informasi,
e. kita dapat mengikuti pola pikir yang baik dari bangsa lain, sehingga dapat       memajukan bangsa.



            2). Dampak Negatif globalisasi
Ø  Bidang Ekonomi
1.      Masuknya perusahaan multinasional yang menyisihkan pengusaha nasional.
2.      Sektor ekonomi yang mendapatkan subsidi semakin ber kurang sehingga koperasi sulit berkembang dan teknologi mendorong penyingkiran tenaga kerja manusia.
3.      Kompetisi kualitas produk dan harga men dorong turunnya daya saing industri nasional.
Ø  Bidang Politik     
1.      Lunturnya nilai-nilai gotong royong, musyawarah, dan kerja sama.
2.      Menguatnya nilai-nilai individual, oposisi, serta kekuatan massa dan modal.
3.      Berkembangnya nilai politik Barat, seperti demonstrasi yang mengabaikan kepentingan umum.
4.      Kekuatan politik global seringkali menjadi ancaman dalam pembuatan kebijakan negara.
Ø  Sosial dan Budaya
1.      Berkembangnya budaya barat yang negatif melalui televisi dan internet.
2.      Memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat.
3.      Berkurangnya kecintaan dan apresiasi masyarakat terhadap budaya daerah dan nasional.
4.      Lahirnya gaya hidup individualistis (mementingkan diri sendiri), pragmatis (keuntungan diri), hedonis (kenikmatan), serta permisif (membolehkan hal yang dilarang), dan konsumtif.
5.      Lunturnya kepedulian dan solidaritas sosial, seperti orang cenderung membiarkan tindakan kejahatan.]
6.       
            3). Sikap Warga Negara Terhadap Pengaruh Globalisasi
Globalisasi adalah sesuatu yang telah terjadi saat ini. Oleh karena itu, kita tidak mungkin menolak atau lari dari globalisasi tersebut. Apabila dikaji lebih mendalam, sebenarnya banyak nilai yang positif dalam globalisasi tersebut dan harus diaplikasikan. Misalnya, kehadiran perusahaan Jepang di Indonesia ternyata membawa nilai-nilai baik dari rakyat Jepang. Hal tersebut dikenal dengan budaya Kaizen.

Budaya Kaizen memandang bahwa cara hidup kita, baik dalam bekerja, kehidupan sosial, dan kehidupan rumah tangga perlu disempurnakan setiap saat. Hal ini mengandung arti bahwa kita harus selalu menyempurnakan hidup dan kehidupan kita. Gerakan Kaizen yang diterapkan masyarakat Jepang dikenal dengan gerakan 5-S, yaitu:
1.      Seiri, artinya membereskan;
2.      Seiton, artinya menata;
3.      Seiso, artinya membersihkan;
4.      Seiketsu, artinya membiasakan;
5.      Shitsuke, artinya disiplin.
Ajaran “Kaizen” menyebabkan Jepang dapat menjadi bangsa yang unggul di dunia. Ajaran tersebut dapat diterapkan menjadi sesuatu yang positif jika dilak sanakan oleh masyarakat Indonesia. Keunggulan yang dimiliki oleh bangsa Barat dan pengaruh negatif yang ditimbulkan globalisasi tidak perlu kita sikapi dengan perilaku yang berlebihan. Justru, nilai positif dari globalisasi, seperti ilmu penge tahuan dan teknologi, manajemen, pendidikan, cara kerja, pola pikir, dan tanggung jawab perlu kita serap dalam kehidupan sehari-hari. Nilai positif globalisasi ini dapat kita serap dan kita jadikan sebagai instrumen dalam memacu keunggulan bangsa.
Nilai-nilai budaya bangsa yang harus tetap dipertahankan dalam era globalisasi, di antaranya beriman dan bertakwa, keseimbangan rasionalisme dan spirit ualisme, nilai kesucian per kawinan dan keluarga, tradisi, moral, serta energi keagaman yang penuh rahmat perlu dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Setelah nilai-nilai tersebut dilaksanakan, maka kita sinergikan dengan nilai globalisasi, seperti penghematan, iptek, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, demokrasi, tepat waktu, pelayanan yang lebih baik, meng hilangkan nilai feodal, danrasional. Setelah nilai globalisasi terintegrasi (menyatu) dengan nilai dasar budaya bangsa maka kita sebagai bangsa yang berdaulat berkewajiban menumbuhkan rasa kebanggaan sebagai bangsa, yakni dengan cara mendidik anak bangsa agar menjadi manusia Indonesia yang dilandasi oleh nilainilai budaya bangsa dan memiliki kemampuan untuk ber kompetisi dalam dunia global. Sikap positif lain yang perlu dikembangkan untuk bisa berperan di era globalisasi adalah sebagai berikut:
1.      Berkompetisi dalam kemajuan iptek;
2.      Meningkatkan motif berprestasi;
3.      Meningkatkan kualitas/mutu;
4.      Selalu berorientasi ke masa depan.
Pancasila merupakan penyaring terhadap peng aruh globalisasi. Kita sebagai warga negara Indonesia harus memiliki sikap dan usaha untuk menghadapi pengaruh dari proses globalisasi, di antaranya sebagai berikut.
1.      Selalu berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai penyaring terhadap pengaruh globalisasi yang bersifat negatif.
2.      Selalu meningkatkan penghayatan dan pengamalan kita terhadap Pancasila untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
3.      Selalu meningkatkan ilmu pengetahuan kita agar dapat menilai mana yang dianggap baik dan benar terhadap pengaruh globa lisasi.
4.      Selalu meningkatkan pendidikan dan keterampilan kita agar dapat menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain.
5.      Selalu meningkatkan penguasaan kita terhadap teknologi modern di segala bidang sehingga tidak tertinggal dan bergantung pada bangsa lain.
6.      Selalu mempertahankan dan melestarikan budaya lokal tradisional agar tidak digantikan oleh budaya bangsa asing.
7.      Selalu meningkatkan kualitas produk hasil produksi dalam negeri sehingga dapat igunakan dan selalu dicintai oleh masyarakat dalam negeri. Selain itu, produk hasil produksi dapat bersaing dan dapat merebut pasar lokal serta internasional.
8.      Selalu menumbuhkan sikap terbuka dan tanggap terhadap pembaruan sehingga mampu menilai pengaruh yang dinilai baik bagi pembangunan. Jadi sifat-sifat positif manusia modern sangat penting dikembang kan dalam era globalisasi.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa globalisasi sebagai fenomena kontemporer mustahil akan meniadakan pluralisme kebudayaan dan peradaban. Sebaliknya, dalam perwujudan yang esktrim, globalisasi justru akan menjadi pembangkit nasionalisme yang tumbuh karena kesadaran sebagai salah satu elemen budaya yang khas. Dalam hubungan ini akan berlaku hukum “serangan balik”, yaitu bahwa tarikan ke arah globalisasi yang ekstrim akan menimbulkan gerak balik ke arah berla wanan, berupa reaksi penentangan yang cenderung menggejala sebagai akibat dominasi pengaruh budaya asing terhadap budaya lokal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar